Selasa, 23 Desember 2008
Sunnah-Sunnah Dalam Adzan Dan Iqomah
SUNNAH-SUNNAH DALAM ADZAN
Oleh
Syaikh Khalid al Husainan
Sunnah-sunnah yang berkaitan dengan adzan ada lima: seperti yang disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma’ad.
[1]. Sunnah Bagi Orang Yang Mendengar Adzan Untuk Menirukan Apa Yang Diucapkan Muadzin Kecuali Dalam lLfadz.
"Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah"
Maka ketika mendengar lafadz itu maka dijawab dengan lafad.
"Laa hawla walaa quwwata illa billahi"
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah "[HR. Al-Bukhari dan Muslim no. 385.]
Faedah Dari Sunnah Tersebut
˜Sesungguhnya (sunnah tersebut (yaitu menjawab adzan) akan menjadi sebab engkau masuk surga, seperti dalil yang tercantum dalam Shahih Muslim (no. 385. Pent)
[2]. Setelah Muadzin Selesai Mengumandangnkan Adzan, Maka Yang Mendengarnya Mengucapkan [1]
“Dan aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah Yang Maha Esa tiada sekutu bagiNya, dan aku bersaksi bahwasannya Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya. Aku ridho kepada Allah sebagai Rabb dan Islam sebagai agama(ku) dan Muhammad sebagai Rasul†[HR. Muslim 1/240 no. 386]
Faedah Dari Sunnah Tersebut
Dosa-dosa akan diampuni sebagaimana apa yang terkandung dalam makna hadits itu sendiri.
[3]. Membaca Shalawat Kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa salam setelah selesai menjawab adzan dari muadzin dan menyempurnakan shalawatnya dengan membaca shalawat Ibrahimiyyah dan tidak ada shalawat yang lebih lengkap dari shalawat tersebut.
Dalilnya adalah sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam.
"Artinya : Apabila kalian mendengar muadzin maka ucapkanlah seperti apa yang diucapkannya lalu bershalawatlah untukku karena sesungguhnya orang yang bershalawat untukku satu kali, maka Allah akan bershalawat untuknya sepuluh kali" [HR. Muslim 1/288 no. 384)]
Faedah Dari Sunnah Tersebut
Sesungguhnya Allah bershalawat atas hambaNya 10 kali
Makna bahwasanya Allah bershalawat atas hambaNya adalah Allah memuji hambaNya di hadapan para malaikat.
Sedangkan shalawat Ibrahimiyah adalah :
Artinya : Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberikan shalawat kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahamulia. Berikanlah berkah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana Engkau telah memberi berkah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Mahaterpuji dan Mahamulia.†[HR. Bukhari dalam Fathul Baari 6/408, 4/118, 6/27; Muslim 2/16, Ibnu Majah no. 904 dan Ahmad 4/243-244 dan lain-lain dari Ka’ab bin Ujrah]
[4]. Mengucapkan Doa Adzan Setelah Bershalawat Kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya :Ya Allah, Tuhan Pemilik panggilan yang sempurna (adzan) ini dan shalat (wajib) yang didirikan. Berilah al-Wasilah (derajat di Surga), dan al-fadhilah kepada Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallm. Dan bangkitkan beliau sehingga bisa menempati kedudukan terpuji yang Engkau janjikan.†[HR. Bukhary no. 614, Abu Dawud no. 529, At-Tirmidzi no. 211, an-Nasaa’I 2/26-27. Ibnu Majah no. 722). adapun tambahan "Sesungguhnya Engkau Tidak pernah menyalahi janji" Ttidak boleh diamalkan karena sanadnya lemah. Lihat Irwa’ul Ghalil 1/260,261]
Faedah Dari Doa Tersebut
Barangsiapa yang mengucapkannya (doa tersebut) maka dia akan memperoleh syafa’at dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam
[5]. Berdoa Untuk Dirinya Sendiri, Dan Meminta Karunia Allah Karena Allah Pasti Mengabulkan Permintaannya.
Berdasarkan sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
Artinya : Ucapkanlah seperti apa yang mereka (para muadzdzin) ucapkan dan jika engkau telah selesai, mohonlah kepadaNya, niscaya permohonanmu akan diberikan.†[Lihat Shahihul Wabili Shayyib oleh Syaikh Salim bin Ied Al-Hilaly, hal: 183]
Apabila sunnah-sunnah ketika mendengar adzan dikumpulkan, maka seorang muslim telah melaksanakannya sebanyak 25 sunnah.
SUNNAH-SUNNAH DALAM IQAMAH
Sunnah-sunnah saat iqamah sama dengan sunnah-sunnah pada adzan yaitu pada empat point yang pertama. Hal ini sesuai dengan Fatawa Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’. Apabila dijumlah secara keseluruhan terdapat 20 sunnah iqamah pada setiap shalat wajib.
Faidah :
Merupakan sunnah bagi yang mendengar iqomah untuk menirukan orang yang iqamah kecuali pada lafadz
"Hayya 'alash-shollaah, Hayya 'alash-shollaah"
Ketika mendengar lafadz itu, dijawab dengan lafadz
"Laa hawla walaa quwwata illa billahi"
“Artinya : Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah" [HR. Muslim no. 385.]
Kemudian ketika ucapan
"Qod qoomatish shalah"
Hendaknya menirukannya dan tidak boleh mengucapkan
"Aqoomahaa Allahu wa adaamaha"
Karena ucapan itu berdasarkan hadits yang dhaif"
[Lajnah ad Daimah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta’]
[Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]
_________
Foote Note
[1]. Ada yang berpendapat, dibaca sesudah muadzdzin membaca syahadat. Lihat Ats-Tsamarul Musthaahb fii Fiqhis Sunnah wal Kitaab hal. 172-185 oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah
Selasa, 16 Desember 2008
Rabu, 03 Desember 2008
Mensyukuri Nikmat Allah dengan Menuntut Ilmu Agama
Kewajiban kita atas karunia yang kita terima
Sesungguhnya wajib bagi kita bersyukur kepada Allah dengan cara melaksanakan kewajiban terhadap-Nya. Merupakan kewajiban karena nikmat yang telah diberikan Allah U kepada kita. Seseorang yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada orang lain yang telah memberikan sesuatu yang sangat berharga baginya, ia adalah orang yang yang tidak tahu berterima kasih. Maka manusia yang tidak melaksanakan kewajibannya kepada Allah U adalah manusia yang paling tidak tahu berterima kasih.
Apakah kewajiban yang harus kita laksanakan kepada Allah U yang telah memberikan karuniaNya kepada kita? Jawabannya adalah karena Allah U telah memberikan karuniaNya kepada kita dengan petunjuk ke dalam Islam dan mengikuti Nabi Muhammad, maka bukti terima kasih kita yang paling baik adalah dengan beribadah hanya kepada Allah secara ikhlas, mentauhidkan Allah, menjauhkan segala bentuk kesyirikan, ittiba’ (mengikuti) Nabi Muhammad, taat kepada Allah dan RasulNya, yang dengan hal itu kita menjadi muslim yang benar.
Muslim sejati ialah muslim yang mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah semata dan tidak menyekutukanNya dengan sesuatu apapun, serta ittiba’ hanya kepada Nabi Muhammad. Oleh karena itu untuk menjadi seorang muslim yang benar, ia harus menuntut ilmu syar’i. Ia harus belajar agama Islam, karena Islam adalah ilmu dan amal shalih. Rasulullah diutus Allah untuk membawa keduanya. Allah berfirman :
)هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ(
Dia-lah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur’an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai. (QS At Taubah:33 dan Ash Shaf : 9).
Allah U juga berfirman :
) هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَكَفَى بِاللَّهِ شَهِيدًا(
Dia-lah yang telah mengutus RasulNya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkanNya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (QS Al Fath : 28).
Yang dimaksud dengan الهُدَى (petunjuk) ialah ilmu yang bermanfaat, dan دِيْنُ الْحَقِ (agama yang benar) ialah amal shalih. Allah mengutus Nabi Muhammad untuk menjelaskan kebenaran dari kebatilan, menjelaskan tentang nama-nama Allah, sifat-sifatNya, perbuatan-perbuatanNya, hukum-hukum dan berita yang datang dariNya, memerintahkan semua yang bermanfaat untuk hati, ruh dan jasad. Beliau memerintahkan untuk mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah, mencintaiNya, berakhlak dengan akhlak yang mulia, beramal shalih, beradab dengan adab yang bermanfaat. Beliau melarang perbuatan syirik, amal dan akhlak yang buruk yang berbahaya untuk hati dan badan, dunia dan akhirat.1
Cara untuk mendapat hidayah dan mensyukuri nikmat Allah adalah dengan menuntut ilmu syar’i. Menuntut ilmu sebagai jalan yang lurus (ash shirathal mustaqim), untuk memahami antara yang haq dan bathil, yang bermanfaat dengan yang mudaharat (membahayakan), yang dapat mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat.
Seorang muslim tidaklah cukup hanya menyatakan ke-Islamannya, tanpa memahami Islam dan mengamalkannya. Pernyataannya itu harus dibuktikan dengan melaksanakan konsekuensi dari Islam.
Untuk itu, menuntut ilmu merupakan jalan menuju kebahagiaan yang abadi. Seorang muslim diwajibkan untuk menuntut ilmu syar’i. Rasulullah bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (رواه ابن ماجه 224 عن أنس بن مالك t )
Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim. (HR Ibnu Majah No. 224 dari shahabat Anas bin Malik t, lihat Shahih Jamiush Shagir, no. 3913)2
Keutamaan Ilmu dan Menuntutnya
Ilmu memiliki keutamaan, diantaranya :
1. Menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga. Rasulullah r bersabda :
…مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
(رواه مسلم4/2074 رقم 2699 و غيره عن أبي هريرة t )
Barangsiapa yang menempuh suatu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. (HR Muslim 4/2074 no. 2699 dan yang lainnya dari shahabat Abu Hurairah t).
2. Warisan para Nabi, sebagaimana sabda Rasululloh :
إِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ إِنَّ الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ رَوَاه التِّرْمِذِيْ
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi. Para nabi tidak mewariskan dinar dan tidak pula dirham, namun hanya mewariskan ilmu. Sehingga siapa yang mengambil ilmu tersebut maka telah mengambil bagian sempurna darinya (dari warisan tersebut). (HR At Tirmidzie )
3. Allah mengangkat derajat ahli ilmu didunia dan akherat, sebagaimana firmanNya:
Hai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu:”Berlapang-lapanglah dalam majlis”, lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu.Dan apabila dikatakan:”Berdirilah kamu, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS. 58:11)
4. Ilmu Pintu kebaikan dunia dan akherat, sebagaimana sabda Rasululloh :
مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ
Barang siapa yang Allah inginkan padanya kebaikan maka Allah fahamkan agamanya.
Pentingnya ilmu syar’i
Kita senantiasa ditambahkan ilmu, hidayah dan istiqamah di atas keta’atan, bila kita menuntut ilmu syar’i. Hal ini tidak boleh diabaikan dan tidak boleh juga dianggap remeh. Kita harus selalu bersikap penuh perhatian, serius serta sungguh-sungguh dalam menuntut ilmu syar’i. Kita akan tetap berada di atas ash-Shirathal Mustaqiim bila kita selalu belajar ilmu syar’i dan beramal shalih. Kalau kita tidak perhatikan dua hal penting ini bukan mustahil Iman dan Islam kita akan terancam bahaya. Iman kita akan terus berkurang dengan sebab ketidaktahuan kita tentang Islam, Iman, Kufur, Syirik, dan dengan sebab banyaknya dosa dan maksiyat yang kita lakukan ! Bukankah Iman kita jauh lebih berharga daripada hidup ini ? Dari sekian banyak waktu yang kita habiskan untuk bekerja, berusaha, bisnis, berdagang, kuliah dan lainnya, apakah tidak bisa kita sisihkan sepersepuluhnya untuk hal-hal yang dapat melindungi Iman kita ?
Saya tidaklah mengatakan bahwa setiap muslim harus menjadi ulama, membaca kitab-kitab yang tebal dan menghabiskan waktu sepuluh atau belasan tahun untuk usaha tersebut. Minimal setiap muslim harus bisa menyediakan waktunya satu jam saja setiap hari untuk mempelajari ilmu pengetahuan agama Islam. Itulah waktu yang paling sedikit yang harus disediakan oleh setiap muslim, baik remaja, pemuda, orang dewasa maupun yang sudah lanjut usia. Setiap muslim harus memahami esensi ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah yang shahih menurut pemahaman salafush shalih. Oleh karena itu ia harus tahu agama Islam dengan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah sehingga ia dapat mengamalkan Islam ini dengan benar. Tidak banyak waktu yang dituntut untuk memperoleh pengetahuan agama Islam. Bila Iman kita lebih berharga dari segalanya, maka tidak sulit bagi kita untuk menyediakan waktu 1 jam ( enam puluh menit ) untuk belajar tentang Islam setiap hari dari waktu 24 jam ( seribu empat ratus empat puluh menit).
Ilmu syar’i mempunyai keutamaan yang sangat besar dibandingkan dengan harta yang kita miliki. Imam Ibnul Qayyim al-Jauziyah rahimahullahu (wafat tahun 751 H) menjelaskan perbedaan antara ilmu dengan harta.
Kemuliaan ilmu atas harta3
1. Ilmu adalah warisan para Nabi, sedang harta adalah warisan para raja dan orang kaya.
2. Ilmu itu menjaga yang empunya, sedang pemilik harta menjaga hartanya.
3. Ilmu adalah penguasa atas harta, sedang harta tidak berkuasa atas ilmu.
4. Harta bisa habis dengan sebab dibelanjakan, sedang ilmu justru bertambah dengan diajarkan.
5. Pemilik harta jika telah meninggal dunia, ia berpisah dengan dengan hartanya, sedang ilmu mengiringinya masuk ke dalam kubur bersama para pemiliknya.
6. Harta bisa didapatkan oleh siapa saja baik orang beriman, kafir, orang shalih dan orang jahat, sedang ilmu yang bermanfaat hanya didapatkan oleh orang yang beriman saja.
7. Sesungguhnya jiwa menjadi lebih mulia dan bersih dengan mendapatkan ilmu, itulah kesempurnaan dirinya dan kemuliaannya. Sedang harta, ia tidak membersihkan dirinya, tidak pula menambahkan sifat kesempurnaan dirinya, malah jiwanya menjadi berkurang dan kikir dengan mengumpulkan harta dan menginginkannya. Jadi keinginannya kepada ilmu adalah inti kesempurnaannya dan keinginannya kepada harta adalah ketidaksempurnaannya dirinya.
8. Sesungguhnya mencintai ilmu dan mencarinya adalah akar semua ketaatan, sedangkan mencintai harta dan dunia adalah akar semua kesalahan.
9. Sesungguhnya orang berilmu mengajak manusia kepada Allah U dengan ilmunya dan akhlaknya, sedang orang kaya itu mengajak manusia ke neraka dengan harta dan sikapnya.
10. Sesungguhnya yang dihasilkan dengan kekayaan harta adalah kelezatan binatang. Jika pemiliknya mencari kelezatan dengan mengumpulkannya, itulah kelezatan ilusi. Jika pemiliknya mengumpulkan dengan menggunakannya untuk memenuhi kebutuhannya syahwatnya, itulah kelezatan binatang. Sedang kelezatan ilmu, ia adalah kelezatan akal plus ruhani yang mirip dengan kelezatan para malaikat dan kegembiraan mereka. Antara kedua kelezatan tersebut (kelezatan harta dan ilmu) terdapat perbedaan yang mencolok.
Faktor Pembantu Dalam Menuntut Ilmu
Faktor pembantu dalam keberhasilan menuntut ilmu sangat banyak sekali, diantaranya:
- Taqwa
- Do’a
- konsistensi dan kontinyuitas dalam menuntut ilmu
- Menghafal
- Mulazamah ulama
Cara Tahshiel Ilmu
Ada dua cara mendapatkan ilmu :
- dengan menelaah dan mangambilo ilmu dari kitab-kitab yang terpercaya yang telah ditulis para ulama yang sudah dikenal aqidah dan amanahnya
- Dengan menerima langsung dari guru yang terpercaya kelilmuan dan kesholehannya. Cara inilah yang paling cepat dan gampang dalam mengambil ilmu agama.
Demikianlah ringkasan makalah ini, mudah-mudahan bermanfaat.
1 Lihat Tafsir Taisirul Karimur Rahman Fi Tafsir Kalaamil Mannaan, oleh Syaikh Abdur Rahman bin Nashir As Sa’di t (wafat th. 1376 H) hlm. 295-296, Cet. Muasasah Ar Risalah th. 1417 H.
2 Diriwayatkan pula dari beberapa sahabat seperti Ali, Ibnu Abbas, Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud, Abu Sa’id Al-Khudri, Husain bin Ali y dan imam-imam ahli hadits dengan sanad yang shahih. Lihat kitab Takhrij Musykilatul Faqr no. 86 oleh Syaikh Al Imam Muhammad Nashiruddin Al Albani t Cet. IV Al Maktab Al Islami, th. 1414 H.
3 Lihat Al Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu Min Durari Kalami, Syaikhul Islam Ibnu Qoyyim, tahqiq wa ta’liq Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid Al Halabi Al Atsari, Cet. I. Majmu’ atuttuhaf An Nafaais Ad Dauliyah, th. 1416 H.
Senin, 24 November 2008
Merayu Diri Agar Mencintai Al-Qur’an
Ungkapan lembut tersebut adalah rayuan Allah kepada hamba-hamba-Nya yang juga disertai ajakan yang provokatif. Bagaimana mungkin kita tidak tergiur dengan rayuan semacam itu?
Kita bisa bekerja dengan keras saat jiwa kita sedang asyik dengan Al-Qur’an. Tetapi di saat yang lain, kita mungkin mengalami kondisi keengganan yang besar, jangankan disuruh menghafal, sekedar melihat mushaf pun sangat tidak siap. Untuk kondisi seperti itu, kita perlu merayu diri sendiri, merenungi kehidupan diri kita sendiri sambil mencari bahasa apa yang dapat membangkitkan energi kita untuk kembali bekerja: meraih cita-cita hidup bersama Al-Qur’an.
Berbagai permasalahan umum pada diri kita saat berinteraksi dengan Al-Qur’an antara lain:
- Kita sadar sepenuhnya bahwa tilawah setiap hari adalah keharusan, tetapi jiwa kita belum siap untuk komitmen secara rutin sehingga dalam sebulan, begitu banyak hari-hari yang terlewatkan tanpa tilawah Al-Qur’an.
- Kita paham bahwa menghafal Al-Qur’an adalah kemuliaan yang besar manfaatnya, tetapi jiwa kita belum siap untuk meraihnya dengan mujahadah.
- Kita sadar bahwa masih banyak ayat yang belum kita pahami, namun jiwa kita tidak siap untuk melakukan berbagai langkah standar minimal untuk dapat memahami isi Al-Qur’an.
- Kita sadar bahwa mengajarkan Al-Qur’an sangat besar fadhillahnya, tetapi karena minimnya apresiasi dan penghargaan ummat terhadap para pengajar Al-Qur’an maka sangat sedikit yang siap menjadi pengajar Al-Qur’an.
- Kita paham bahwa shalat yang baik - khususnya shalat malam - adalah shalat yang panjang dan sebenarnya kita mampu membaca sekian banyak ayat, namun jiwa kita kadang tidak tertarik terhadap besarnya fadhillah membaca Al-Qur’an di dalam shalat.
- Kita sadar bahwa dakwah dijamin oleh nash Al-Qur’an dan Allah Swt akan memberikan kemenangan, namun jiwa kita tidak sabar dengan prosesnya yang panjang sehingga cenderung meninggalkan atau lari dari medan dakwah.
- Kita paham betul bahwa banyak keutamaan di dunia dan akhirat bagi manusia yang berinteraksi dengan Al-Qur’an, tetapi fadhillah tersebut hanya menjadi pengetahuan, tidak mampu menghasilkan energi yang besar untuk beristiqamah dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an.
- Kita paham dengan sangat jelas bahwa semua tokoh Islam di atas bumi ini adalah orang-orang yang telah berhasil dengan ilmu Al-Qur’an dan merekapun menguasai kehidupan dunia, namun jiwa kita enggan mempersiapkan generasi mendatang yang hidupnya berada di bawah naungan Al-Qur’an.
Jangan pernah berhenti untuk merayu diri agar segera bangkit. Tanyakanlah pada diri kita:
- Wahai diri, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Mengaku cinta kepada Allah Swt tetapi tidak merasa senang berinteraksi dengan Kalam-Nya. Bukankah ketika manusia cinta dengan manusia lain, ia menjadi senang membaca suratnya bahkan berulang-ulang? Mengapa kamu begitu berat dan enggap untuk hidup dengan wahyu Allah Swt? Adakah jaminan bahwa kamu mendapat pahala gratis tanpa beramal shalih? Dengan apa lagi kamu mampu meraih pahala Allah Swt? Infak cuma sedikit, jihad belum siap, kalau tidak dengan Al-Qur’an, dengan apa lagi?
- Wahai jiwaku, siapa yang menjamin keamanan dirimu saat gentingnya suasana akhirat? Padahal Rasulullah Saw menjamin bahwa Allah Swt akan memberikan keamanan bagi manusia yang rajin berinteraksi dengan Al-Qur’an, mulai dari sakaratul maut hingga saat melewati shirat.
- Wahai jiwaku, tidakkah kamu malu kepada Allah Swt? Dengan nikmat-Nya yang demikian banyak, yang diminta maupun tidak, tidakkah kamu bersyukur kepada-Nya, mendekatkan diri kepada-Nya dengan memperbanyak membaca Al-Qur’an?
- Wahai jiwaku, sadarkah kamu ketika Allah Swt dan Rasulnya mengajak dirimu memperbanyak hidup bersama Al-Qur’an? Untuk siapakah manfaat amal tersebut? Apakah kamu mengira bahwa dengan banyak membaca Al-Qur’an maka kemuliaan Allah dan Rasul-Nya menjadi bertambah? Dan sebaliknya, jika kamu tidak membaca Al-Qur’an, kemuliaan itu berkurang? Sekali-kali tidak. Semua yang kita baca dan lakukan, kitalah yang paling banyak mendapatkan manfaatnya.
- Wahai jiwa, tidakkah kamu merasa khawatir dengan dirimu sendiri? Selama ini hidup tanpa al-Qur’an, jatah usia makin sedikit, tabungan amal shalih masih sedikit, jaminan masuk surga tak ada di tangan. Sampai saat ini belum mampu tilawah rutin satu juz per hari, jangan-jangan Al-Qur’anlah yang tidak mau bersama dirimu karena begitu kotornya dirimu sehingga Al-Qur’an selalu menjauh dari dirimu.
- Wahai jiwa, tidakkah engkau tergiur untuk mengikuti kehidupan Rasulullah Saw dan para sahabat serta tabiin yang menjadi kenangan sejarah sepanjang zaman dalam berinteraksi dengan Al-Qur’an? Jika hari ini kamu masih enggan berinteraksi dengan Al-Qur’an apa yang akan dikenang oleh generasi yang akan datang tentang dirimu?
Ungkapan di atas adalah perenungan terhadap diri sendiri dalam urusan dunia dan akhirat, hal yang dianjurkan oleh Allah Swt agar hidup kita tidak berlalu begitu saja tanpa makna.
“….Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-nya kepadamu supaya kamu berpikir. Tentang dunia dan akhirat…” (QS Al-Baqarah [2]: 219-220)
[Bagian 17 dari buku 17 Motivasi Berinteraksi dengan Al-Quran, karya KH.Abdul Aziz Abdur Raâuf, Al-Hafidz, Lc]
Rabu, 05 November 2008
Wuih...akhirnya selesai juga baca buku ini...
Sampai suatu hari setelah makan malam, iseng-iseng aku ke rak lemari di ruang tamu, tak ambil buku tersebut...aku baca pelan-pelan...semakin lama semakin tertarik...meskipun masih sepintas lalu aja...kemudian lanjut ke jilid 2 dan seterusnya...semakin lama semakin bodoh rasanya banyak hal yang baru buatku...ya mungkin karena selama ini aku aja yang males baca tentang ini.
Setelah tanya ke abangku dan baca-baca di internet dimana banyak situs yang menyebutkan sumber dari buku ini...akhire tak niati dengan ucapan bismillah...aku coba baca secara serius. Lebih dari sebulan aku baca pelan-pelan, tak pelajari isinya..kalo bingung aku ulangi lagi..dan baru senin malam lalu...tuntas terbaca jilid 1. Alhamdulillah..meskipun baru 1 jilid dan dengan susah payah..tapi hati ini jadi puas...karena dapat buanyak pengetahuan agama darinya. Bisa dikatakan buku Fathul Baari itu isinya ensiklopedi dunia islam, karena membahas tuntas hadist shahih bukhari yang mana shahih bukhari ini memang sudah disepakati oleh dunia islam untuk dijadikan dalil dalam beribadah kepada Allah sesuai tuntunan Rasulullah SAW.
Semoga Allah mengampuni dan melimpahkan rahmat-NYA kepada pengarang buku ini (Ibnu Hajar Al Asqalani) atas sumbangsihnya untuk umat Islam dan dicatat sebagai amal jariyah. Amin.
Jumat, 10 Oktober 2008
Anak-anak mengikuti perbuatan yang dilakukan orang tua
Diketik ulang oleh: Ummu ‘Aisyah
Seorang anak yang melihat ayahnya selalu berzikir dan bertahlil, bertahmid, dan bertasbih, maka dia pun akan mudah untuk mengucapkan: Laa ilaaha illalloh, Subhanallah, dan Allahu akbar.
Begitu pula seorang anak yang dibiasakan untuk mengirim sedekah pada malam hari karena diutus oleh orangtuanya kepada fakir miskin secara rahasia, jelas akan berbeda dengan seorang anak yang disuruh oleh orangtuanya pada malam hari untuk membeli narkoba atau rokok.
Seorang anak yang selalu melihat ayahnya berpuasa senin dan kamis, ikut serta dalam shalat berjama’ah di masjid jelas akan berbeda dengan seorang ayah yang melihat ayahnya berada di tempat perjudian atau bioskop serta tempat-tempat hiburan yang lainnya.
Anda akan melihat seorang anak yang selalu mendengarkan suara adzan mengulang-ngulang lantunan adzan, dan Anda akan melihat seorang anak yang selalu mendengarkan lagu yang dilantunkan orangtuanya, melantunkannya pula.
Sungguh indah andaikata seorang ayah adalah pribadi yang slelu berbuat baik kepada kedua orangtuanya dengan berdo’a untuk mereka dan memohon ampunan kepada Allah bagi keduanya, selalu menanyakan keadaannya dan tenang berada bersama keduanya, selalu memenuhi kebutuhan keduanya dan memperbanyak berdo’a dengan ungkapan:
Robbigh firli waliwali dayya
“Ya Allah ampunilah aku dan kedua orangtuaku”
Dia akan selalu mengucapkan:
Robbbirhamhuma kama robbayani shoghiro
“Ya Allah, kasihanilah mereka berdua sebagaiaman mereka telah mendidikku diwaktu kecil”
Dia pun berziarah ke makam kedua orangtuanya, bersedekah untuk keduanya, menghubungkan kekerabatan dengan orang-orang yamg dekat dengan keduanya, juga memberi kepada orang-orang yang selalu diberi oleh keduanya.
Jika seorang anak melihat perangai orangtuanya yang sedemikain, maka dengan izin Allah anak itu akan meniru apa yang dilakukan orangtuanya. Dia akan selalu memohon kepada Allah ampunan bagi kedua orangtuanya, dan sealu melakukn sesuatu yang biasa dilakukan oleh kedua orangtunya kepada kakek dan neneknya.
Seorang anak yang dididik shalat oleh orangtuanya jelas akan berbeda dengan seorang anak yang biasa diajarkan menonton film, musik atau sepak bola.
Sesungguhnya jika seoarang anak melihat kedua orangtuanya melakukan shalat malam dengan menangis karena takut kepada Allah juga dengan membaca alqur’an, niscaya dia akan berfikir kenapa ayahnya menangis? Kenapa dia melakuakn shalat? Dan kenapa dia meninggalkan tempat tidur yang empuk lagi hangat? Kenapa dia memilih air wudhu yang dingin ?!
Kenapa dia meninggalkan tempat tidurnya dengan memilih memohon kepada Rabbnya dengan rasa takut dan harap?
Semua pertanyaan ini akan selalu tertanam di dalam pikiran seorang anak dan selalu memikirkannya yang pada akhirnya si anak dengan izin Allah akan meniru apa saja yang dilakukan oleh kedua orangtuanya.
Demikian pula anak perempuan yang melihat ibunya selalu berhijab dan menutup diri dari laki-laki lain, dia telah dihiasi dengan rasa malu dan sikap menjaga kehormatan, kesucian dirinya telah menjadikan dirinya mulia. Jika ibunya demikian niscaya anaknya juga akan belajar menanamkan rasa malu, menjaga kehormatan dan kesucian dari ibunya. Sedangkan anak perempuan yang melihat ibunya selalu berhias diri di depan setiap laki-laki, bersalaman, dan bercampur baur, tertawa dan tersenyum dengan laki-laki lain bahkan berdansa dengan mereka, maka anaknya pun akan belajar yang demikian itu darinya.
Maka bertakwalah kalian wahai para ibu dan ayah! Jagalah anak-anak kalian, dan jadilah kalian sebagai suri tauladan bagi mereka dnegna perangai yang baik dan tabiat yang mulia. Sebelum itu semua, jadilah kalian sebagai suri tauladan dengan memegang teguh agama Allah juga Nabi-Nya.
Maroji’:
Ensiklopedi Pendidikan Anak hal 38 (Fiqh Tarbiyatil Abnaa’ wa Thaa-ifatun min Nashaa-ihil Athibba’), Mushthafa al-’Adawi
***
Artikel www.muslimah.or.id
Dalil Tentang Shalat Shubuh Berjamaah
Ustadz Menjawab
bersama Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.
Selasa, 21 Agu 07 05:41 WIB
Assalamu 'alaikum wr wb.
Pak Ustadz, salah satu indikator kualitas umat Islam katanya adalah seberapa banyak mereka yang bisa melakukan shalat shubuh berjamaah di masjid. Dan kalau memang benar demikian, alangkah sedikitnya umat Islam yang datang untuk shalat shubuh berjamaah di masjid.
Mungkin tidak ada salahnya ustadz, kalau antum membuatkan tulisan yang terkait dengan keutamaan shalat shubuh, terutama dengan berjamaah, untuk memberi semangat kita menghidupkan sunnah dan menggerakkan gerakan shalat shubuh berjamaah.
Atas perhatian dan kesediaan ustadz kami ucapkan terima kasih,
wassalam
Sutanto
qwerty123@yahoo.com
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Shalat shubuh berjamaah adalah sebuah amal yang sangat besar keutamaannya, namun kurang mendapat perhatian dari umat Islam. Kecuali di bulan Ramadhan, umumnya barisan shalat shubuh di masjid-asjid di lingkungan tinggal kita tidak seramai shalat lainnya. Bahkan ada shalat shubuh di masjid yang hanya terdiri dua atau tiga orang saja. Ke mana umat Islam lainnya yang tinggal berdekatakan dengan masjid? Wallahu a’lam bishshawab.
Fenomena ini perlu dijadikan bahan oto-kritik ke dalam tubuh umat Islam. Sebab begitu banyak dalil yang sangat menganjurkan kita untuk menegakkan shalat shubuh berjamaah, bahkan sampai-sampai orang tidak ikut shalat shubuh berjamaah di masa shahabat dijadikan sebagai indikator kemunafikan.
Berikut ini adalah kajian dari berbagai dalil samawi tentang fadhilah (keutamaan) shalat shubuh.
1. Shalat shubuh memelihara setiap muslim
عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم:من صلى الصبح فهو في ذمة الله رواه مسلم.
Rasulullah SAW bersabda, ”Orang yang melakukan shalat shubuh, maka dia berada di dalam perlindungan Allah”. (HR Muslim)
2. Shalat Shubuh Setara dengan Qiyamullail
من شهد العشاء فكأنما قام نصف ليلة, ومن شهد الصبح فكأنما قام ليلة رواه مسلم.
Orang yang ikut shalat Isya’ (berjmaaah), seolah-olah telah shalat setengah malam. Orang yang ikut shalat shubuh (berjamaah), seolah-olah dia telah melaksanakan shalat sepanjang malam (qiyamullail). (HR Muslim)
3. Shalat Shubuh Menyelamatkan Pelakunya dari Api Neraka
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لن يلج النار أحد صلى قبل طلوع الشمس وقبل غروبها رواه مسلم
Tidak akan masuk neraka seseorang yang shalat sebelum terbit matahari (shalat shubuh) dan sebelum terbenam. (HR Muslim)
4. Shalat Shubuh Memasukkan Pelakunya ke dalam Surga
من صلى البردين دخل الجنة
Orang yang melakukan shalat baradain (ashar dan shubuh) masuk surga
5. Shalat Shubuh Dua Rakaat Lebih Baik dari Dunia dan Segala Isinya
ركعتا الفجر خير من الدنيا ومافيها رواه مسلم
Dua rakaat shalat Fajar (shubuh) nilainya lebih baik dari dunia dan segala isinya (HR Muslim)
6. Shalat Shubuh Disaksikan oleh Malaikat Malam dan Malaikat Siang
رَوَى التِّرْمِذِيّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي قَوْله, " وَقُرْآن الْفَجْر إِنَّ قُرْآن الْفَجْر كَانَ مَشْهُودًا " قَالَ: تَشْهَدهُ مَلَائِكَة اللَّيْل وَمَلَائِكَة النَّهَار هَذَا حَدِيث حَسَن صَحِيح.
Abu Hurairah radhiyallahi’anhu meriwayatkan dari nabi SAW tentang ayat [wa quraanal fajri inna quraanal fajri kaana masyhuda]: Shalat shubuh itu disaksikan oleh malaikat malam dan malaikat siang”. (HR Imam At-Tirmizy)
At-Tirmizy mengatakan bahwa riwayat hadits ini hasan shahih.
وَرَوَى الْبُخَارِيّ عَنْ أَبِي هُرَيْرَة عَنْ النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: فَضْل صَلَاة الْجَمِيع عَلَى صَلَاة الْوَاحِد خَمْس وَعِشْرُونَ دَرَجَة وَتَجْتَمِع مَلَائِكَة اللَّيْل وَمَلَائِكَة النَّهَار فِي صَلَاة الصُّبْح
Abu Hurairah meriwayatkan bahwa nabi SAW bersabda, ”Shalat berjamaah lebih diutamakan dari shalat sendirian dengan 25 derajat. Malaikat malam dan malaikat siang bertemu dalam shalat shubuh (HR Bukhari)
7. Orang Yang Shalat Shubuh Akan Mendapat Cahaya Terang di Hari Kiamat
قال صلى الله عليه وسلم: بشر المشائين في الظلم إلى المساجد بالنور التام يوم القيامة رواه الترمذي وا بن ماجه
Rasulullah SAW bersabda, ”Berikan kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan kaki di kegelapan malam menuju masjid, bahwa mereka akan mendapatkan cahaya terang yang sempurna di hari kiamat”. (HR Tirmizy dan Ibnu Majah)
8. Orang Munafik Merasa Berat dan Malas untuk Shalat Shubuh
وإذا قاموا إلى الصلاة قاموا كسالى يراؤن الناس ولا يذكرون الله إلا قليلا
(Orang-orang munafik itu) bila melakukan shalat, melakukannya dengan malas. Mereka berlaku riya di hadapan manusia dan tidak mengingat Allah kecuali sedikit.
عن أبي هريرة قال قال صلى الله عليه وسلم: ليس صلاة أثقل على المنافقين من صلاة العشاء والفجر ولو يعلمون ما فيهما لأتوهما ولو حبواً رواة الشيخان.
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Tidak ada shalat yang lebih berat buat orang-orang munafik dari shalat Isya’ dan shalat Shubuh. Seandainya mereka tahu keutaaan keduanya, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak (HR Bukhari dan Muslim)
وها هو ابن مسعود يقول: لقد رايتنا وما يتخلف عن صلاة الفجر إلا منافق معلوم النفاق
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu berkata, ”Kami dahulu memandang orang yang tidak ikut shalat shubuh berjamaah sebagai orang munafik dan telah jelas kemunafikannya.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu pernah berkata, ”Dahulu kami (para shahabat) bila ada yang tidak datang shalat shubuh dan Isya’ berjamaah, kami berprasangka buruk kepadanya”.
Ibnul Qayyim berkata, ”Tidur di waktu Shubuh akan menghalangi rezeki, karena waktu shubuh adalah waktu dibagikannya rezeki”.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc
Senin, 22 September 2008
SEPOTONG ROTI PENEBUS DOSA
Dahulu kala di sebuah tempat ibadah ada seorang lelaki yang sangat tekun beribadah kepada Allah. Ibadah yang dilakukannya itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun. Tempat ibadahnya tidak pernah ditinggalkannya, kecuali pada hari-hari yang telah dia tentukan. Akan tetapi pada suatu hari, dia digoda oleh seorang wanita sehingga diapun tergoda dalam bujuk rayunya dan bergelimang di dalam dosa selama tujuh hari sebagaimana perkara yang dilakukan oleh pasangan suami-isteri. Setelah ia sadar, maka ia lalu bertaubat, sedangkan tempat ibadahnya itu ditinggalkannya, kemudian ia melangkahkan kakinya pergi mengembara sambil disertai dengan mengerjakan solat dan bersujud.
Akhirnya dalam pengembaraannya itu ia sampai ke sebuah pondok yang di dalamnya sudah terdapat dua belas orang fakir miskin, sedangkan lelaki itu juga bermaksud untuk menumpang bermalam di sana, karena sudah sangat letih dari sebuah perjalanan yang sangat jauh, sehingga akhirnya dia tertidur bersama dengan lelaki fakir miskin dalam pondok itu. Rupanya di samping kedai tersebut hidup seorang pendita yang ada setiap malamnya selalu mengirimkan beberapa buku roti kepada fakir miskin yang menginap di pondok itu dengan masing-masingnya mendapat sebuku roti.
Pada waktu yang lain, datang pula orang lain yang membagi-bagikan roti kepada setiap fakir miskin yang berada di pondok tersebut, begitu juga dengan lelaki yang sedang bertaubat kepada Allah itu juga mendapat bahagian, karena disangka sebagai orang miskin. Rupanya salah seorang di antara orang miskin itu ada yang tidak mendapat bahagian dari orang yang membahagikan roti tersebut, sehingga kepada orang yang membahagikan roti itu ia berkata: "Mengapa kamu tidak memberikan roti itu kepadaku." Orang yang membagikan roti itu menjawab: "Kamu dapat melihat sendiri, roti yang aku bagikan semuanya telah habis, dan aku tidak membagikan kepada mereka lebih dari satu buku roti." Mendengar ungkapan dari orang yang membagikan roti tersebut, maka lelaki yang sedang bertaubat itu lalu mengambil roti yang telah diberikan kepadanya dan memberikannya kepada orang yang tidak mendapat bahagian tadi. Sedangkan keesokan harinya, orang yang bertaubat itu meninggal dunia.
Di hadapan Allah, maka ditimbanglah amal ibadah yang pernah dilakukan oleh orang yang bertaubat itu selama lebih kurang tujuh puluh tahun dengan dosa yang dilakukannya selama tujuh malam. Ternyata hasil dari timbangan tersebut, amal ibadat yang dilakukan selama tujuh puluh tahun itu dikalahkan oleh kemaksiatan yang dilakukannya selama tujuh malam. Akan tetapi ketika dosa yang dilakukannya selama tujuh malam itu ditimbang dengan sebuku roti yang pernah diberikannya kepada fakir miskin yang sangat memerlukannya, ternyata amal sebuku roti tersebut dapat mengalahkan perbuatan dosanya selama tujuh malam itu. Kepada anaknya Abu Musa berkata: "Wahai anakku, ingatlah olehmu akan orang yang memiliki sebuku roti itu!"
*** Subhanallah, memang menurut salah satu hadist shahih :bahwa perangai yang terbaik dalam islam adalah memberi makan fakir miskin, dan juga di ada riwayat saat salah seorang sahabat saat menghadapi sakaratul maut ditampakkan amalannya yang berpahala besar yaitu pernah memberi separuh makanan kepada orang yang kelaparan, begitu besar pahalanya sampai-sampai ia bergumam seandainya saat itu ia memberikan seluruh makanan pasti pahalanya lebih besar lagi. ***
Kamis, 28 Agustus 2008
--Just For Share-- Godaan Haram
Dan khusus buat kedua keponakanku yang tinggal di Montreal (Salma dan Tariq), meskipun kita disini sampai detik ini belum pernah berjumpa kalian dan memeluk sayang kepada kalian tetapi yakinlah bahwa kita semua selalu mendoakan semoga kalian dapat menjadi anak yang sholeh dan sholehah berbakti kepada kedua orang tua dan selalu dapat memilih makanan dengan komposisi halal dan tidak tergoda oleh makanan haram. Amin.
http://www.eramuslim.com/atk/oim/8826210159-godaan-haram.htm
Oleh Ummu Jannah
Sungguh hebat anak-anak muslim yang menjadi minoritas tinggal di negara non muslim seperti Belanda ini. Bagaimana tidak, seyogyanya mereka masih selalu ingin eksplorasi, terutama dalam memilih makanan, pastinya akan penasaran dengan kemasan & sajian indah menggugah liur. Berbeda dengan di Indonesia, yang (mungkin) beberapa jajanan berbranded luar pun sudah disertifikasi halal, di sini tentu saja para pengusaha makanan tidak akan pernah menyesuaikan dengan tuntutan kaum minoritas, kecuali secara umum makanan tersebut diperlukan konsumen tertentu, sepertimereka yang alergi terhadap E471 dan sejenisnya, vegetarian, atau kondisi kesehatan lain yang mengharuskan seseorang mengkonsumsi makanan non daging.
Anak-anak saya salah dua dari mereka yang harus berjuang menahan selera. Siapa yang tak miris sekaligus bangga saat melihat mereka merelakan goodie bagnya di inspeksi lebih dahulu sebelum akhirnya diizinkan dikonsumsi. Melihat mereka mengatakan "ya" dengan yakin saat saya minta persetujuannya untuk membuang lebih dari setengah goodie bag yang berisi permen atau biskuit yang mengandung bahan haram.
Anak-anak yang selalu laporan sambil memperlihatkan makanan atau permen yang diberikan orang "Umiii, ini varken bukan?" sambil berharap cemas dan kemudian tersenyum lega saat saya menganggukan kepala setelah saya baca ingredientsnya aman.
Bahkan mereka sekarang sudah tahu mana jenis permen yang harus dihindari dimakan (misalnya. permen dg bahan jelly, marshmellow dan sebagainya). Dan kejadian paling anyar, adalah saat kemarin, di tengah udara panas, setelah aktif berlari-larian, mereka ditraktir ice cream F******a yang terkenal itu oleh seorang tante berkerudung. Si sulung yang menyangka setiap tante yang berkerudung pasti akan memberikan makanan halal, ternyata harus mulai belajar menerima kenyataan lain.
Saat si tante menawarkan diri mentraktir es itu, otak saya langsung berputar mencari jawaban santun untuk menolak, saking juga tidak enak mau bilang es itu mungkin tidak halal, maklumlah muslim di sini punya standard berbeda-beda untuk kategori halal..."Nggak usah, mb anak-anak udah punya es di rumah", dia tetap maksa sambil membelokkan mobilnya ke tempat parkir es. Parahnya anak-anak malah melonjak-lonjak kegirangan, tanpa tahu kecemasan dalam hati saya.
"Mb, untuk anak-anak saya yang water ijs lolly aja ya.." Ah, ternyata di florencia cuma ada ice scoops buatan mereka. Pusiiiinnngg... akhirnya saya memutuskan untuk membawa anak-anak ke toko dengan alasan mau berbelanja begitu si tante datang membawa beberapa cone es termasuk untuk saya... Untung si tante nggak curiga sama sekali karena kebetulan rumah kami dekat, sehingga alasan saya diterima. Begitu menutup pintu mobil, saya berbisik, "Nak jangan dimakan dulu ya ijsnya."
"Kenapa ummi?" Si sulung sempat menjilat es yang mulai lumer. "Ijsnya mungkin ada varkennya..." Kontan si sulung berhenti menjilati es lumer, membiarkannya meleleh di tangannya. Kami berjalan terus ke arah toko sambil mencari tempat sampah. Mereka dengan legowo memasukan es itu, si bungsu yang paling bangga, katanya perutnya ga jadi dibakar Allah karena dia belum sempat menjilat esnya...
Subhanalloh... alhamdulillah. Sambil terus berjalan saya terus menjelaskan pada mereka dengan kalimat-kalimat logis yang dapat mereka pahami. Selalu dan selalu saya ulang-ulang, berusaha menancapkan keyakinan itu di kepala dan hati mereka. Hingga mereka besar nanti, tak perlu lagi inspeksi, tak perlu lagi laporan, karena dari tubuh mereka sendiri akan ada penolakan dengan sendirinya...
Den Haag, akhir musim panas 2008
Kamis, 21 Agustus 2008
Sedekhah kepada Pengemis
Ustadz Menjawab
bersama Ust. H. Ahmad Sarwat, Lc.
Sabtu, 31 Mei 08 08:34 WIB
Assallamu'allaikum, wr wb.
Pak ustadz saya mau bertanya,
1.apakah sedekah kita dapat dikatakan mengenahi sasaran jika kita bersedekhah kepada pengemis di jalalan yang kita kira mereka sangat membutuhkan dan berhak menerima. Tetapi ternyata pengemis itu secara financial jauh lebih baik dari kita
2.mohon dasar hukumnya
Wassallamua'allaikum
SN
Jawaban
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Kita tidak hanya diperintah untuk sekedar bersedekah saja, tetapi kita diharapkan gemar dan banyak untuk bersedekah. Bersedekah bukan hanya pada satu titik tapi pada beberapa titik.
Ibarat petuah dalam managemen resiko, jangan tempatkan semua telur dalam satu keranjang, tapi tempatkan telur-telur itu di beberapa keranjang yang berbeda.
Adalah sebuah hal yang amat baik bahwa kita memanage proyek amal kebaikan secara terfokus. Misalnya kita mendirikan balai latihan kerja untuk melatih para pengangguran agar bisa bekerja. Tidak ada yang salah dalam masalah ini.
Tapi yang jangan kita lakukan adalah bila kita terobsesi untuk hanya melakukan satu proyek ini saja dalam urusan sedekah. Lalu kita tidak pernah mau memberi sedekah kepada pihak lain, termasuk pengemis.
Mengapa demikian?
Pertimbangannya adalah karena kemiskinan itu ada banyak bentuknya. Ada orang yang miskin secara sistem, tapi masih bisa makan untuk hari ini. Meski tetap kurang, tapi mereka masih bisa hidup.
Sementara ada sebagian orang yang miskin dalam arti pilihannya hanya dua. Mau hidup tapi harus mencuri biar perutnya terisi atau mati karena kelaparan.
Buat tipe kemiskinan yang kedua ini, rasanya bukan pada tempatnya kalau kita suruh ikut program pelatihan di balai latihan kerja. Sebab dia butuh makanan sekarang, bukan sebulan dua bulan lagi. Tipe kemiskinan yang seperti ini butuh uluran tangan langsung.
Dari sini kita perlu juga berpikir bahwa kita juga harus punya 'saham' di berbagai jenis sedekah di dunia kemiskinan. Lagian kita pun tidak tahu, manakah dari sedekah kita itu yang nantinya akan menyelematkan diri kita dari api neraka.
Boleh jadi sedekah yang tidak ada artinya yang secara iseng kita lakukan, justru dinilai tinggi di sisi Allah.
Karena itu sekedar nasihat, ada baiknya bila kita tidak selalu menolak manakala ada pengemis yang datang kepada kita untuk meminta-minta. Setidaknya, kita tidak perlu bersuudzdzan bahwa orang itu jangan-jangan hanya penipu. Ya kalau benar, bagaimana kalau tidak?
Bagaimana seandainya ternyata memang orang itu memang benar-benar butuh makan? Siapa yang tahu?
Bagaimana bila justru uang seribu perak yang kita berikan sambil lalu kepada pengemis, justru uang itulah yang nantinya akan menyelematkan kita di alam kubur yang gelap dan sendiri itu?
Tidakkah kita berpikir tentang kemungkinan ini?
Lagi pula, pernah kah ada orang yang jatuh miskin gara-gara memberi uang kepada pengemis? Bandingkan dengan jajan kita yang terkadang jauh melebihi kebutuhan makan si pengemis itu sekeluarga.
Bukankah sekali kita nongkrong di kafe sekedar menjamu teman atau iseng, kita bisa menghabiskan uang berpuluh bahkan beratus ribu? Bukankah seporsi sate kambing plus sopnya yang kita makan di warung Sate Babe, harganya senilai makan si pengemis itu dengan keluarganya untuk beberapa hari?
Bukankah seporsi nasi Bryani kambing di restoran Arab plus acar dan teh mint-nya, nilainya bisa untuk makan puluhan anak gelandangan dari pada mereka jadi tukang todong di jalan?
Hidup ini penuh misteri, kita tidak pernah tahu apa hakikat di balik apa yang kita lihat secara lahiriyah ini.
Boleh jadi si pengemis yang sudah putus asa karena tidak ada orang yang mau memberinya makan, nekat mau merampok dan membunuh orang, tiba-tiba dia sadar dan trenyuh melihat kita susah payah memberinya uang, meski hanya selembar uang seribuan yang anak kita pun menolak kalau diberi uang jajan segitu, lalu membatalkan niatnya dan tidak jadi membunuh orang.
Siapa yang tahu?
Boleh jadi apa yang kita impikan tidak pernah jadi kenyataan, tetapi Allah SWT malah memberi kita sesuatu yang jauh lebih baik lagi, padahal kita belum pernah memimpikannya.
Kita tidak tahu, boleh jadi doa si pengemis yang diucapkannya secara tulus itu malah bisa menggertarkan arsy Allah, sehingga Allah SWT menurunkan ribuan malaikat untuk membuka pintu-pintu langit dan menurunkan rezeki yang jauh lebih banyak lagi kepada kita.
Siapa tahu? Kita tidak pernah tahu bukan?
Karena itu, dalam pandangan kami, tidak ada salahnya bila kita sekedar memberi sedekah kepada orang datang kepada kita untuk meminta. Kalau pun pas kebetulan kita lagi tidak punya uang, setidaknya kita bisa menyampaikannya dengan cukup sopan dan simpatik. Tanpa perlu kita usir atau kita hina.
Ini sekedar agar nantinya kita tidak ditodong oleh para malaikat di alam kubur, bahwa kita telah mengabaikan salah satu perintah Allah:
Dan terhadap orang yang minta-minta, janganlah kamu menghardiknya.(QS. Adh-Dhuha: 10)
Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian. (QS. Adz-Dzariyah: 19)
Jelas sekali di ayat ini Allah SWT menyebutkan kata: orang miskin yang meminta. Jadi memang tidak salah kalau ada orang meminta lalu kita memberi. Setidaknya, ketika kita sudah memberikan, maka sudah gugur kewajiban kita. Di akhirat nanti, kita tidak akan diperkarakan dalam masalah yang satu ini. Sebab sesuai dengan laporan dan catatan malaikat, orang yang datang meminta kepada kita itu sudah kita beri.
Wallahu a'lam bishshawab wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Just To Share -- Polygamy key to a longer life for men--
Thu, Aug 21 03:47 AM
http://in.news.yahoo.com/241/20080821/1257/tnl-polygamy-key-to-a-longer-life-for-me.html
It may not sound ethical but a new study suggests that polygamy can give a man a longer life. A team of researchers at the University of Sheffield in Britain has carried out the study and found that men from Polygamous cultures actually outlive those from monogamous countries in the world. "After accounting for socioeconomic differences, men aged over 60 from 140 countries that practice polygamy to varying degrees lived on average 12%longer than men from 49 mostly monogamous nations," the New Scientist quoted lead researcher Virpi Lummaa as saying. Rather than a call to polygamy, the study might solve a long-standing puzzle in human biology-Why do men live so long?
This question only makes sense after asking the same for women who live long past menopause, according to researchers. "One answer seems to be a phenomenon called the grandmother effect. For every 10 years a woman survives past the menopause, she gains two additional grandchildren," Lummaa was quoted as saying. It seems that doting on and spoiling grandchildren aids their survival, as well as furthering some of their grandmother's genes.
Men, on contrast, can reproduce well into their 60s and even 70s and 80s, and most researchers assumed this explained their longevity.
Rabu, 20 Agustus 2008
KEUTAMAAN BERBAKTI KEPADA KEDUA ORANG TUA DAN PAHALANYA
Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
Di Antara Fadhilah (Keutamaan) Berbakti Kepada Kedua Orang Tua.
Pertama.
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua adalah amal yang paling utama. Dengan dasar diantaranya yaitu hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Abu Abdirrahman Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu.
"Artinya : Dari Abdullah bin Mas'ud katanya, "Aku bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam tentang amal-amal yang paling utama dan dicintai Allah ? Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, Pertama shalat pada waktunya (dalam riwayat lain disebutkan shalat di awal waktunya), kedua berbakti kepada kedua orang tua, ketiga jihad di jalan Allah" [Hadits Riwayat Bukhari I/134, Muslim No.85, Fathul Baari 2/9]
Dengan demikian jika ingin kebajikan harus didahulukan amal-amal yang paling utama di antaranya adalah birrul walidain (berbakti kepada kedua orang tua).
Kedua.
Bahwa ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua. Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Adabul Mufrad, Ibnu HIbban, Hakim dan Imam Tirmidzi dari sahabat Abdillah bin Amr dikatakan.
"Artinya : Dari Abdillah bin Amr bin Ash Radhiyallahu 'anhuma dikatakan bahwa Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Ridla Allah tergantung kepada keridlaan orang tua dan murka Allah tergantung kepada kemurkaan orang tua" [Hadits Riwayat Bukhari dalam Adabul Mufrad (2), Ibnu Hibban (2026-Mawarid-), Tirmidzi (1900), Hakim (4/151-152)]
Ketiga.
Bahwa berbakti kepada kedua orang tua dapat menghilangkan kesulitan yang sedang dialami yaitu dengan cara bertawasul dengan amal shahih tersebut. Dengan dasar hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dari Ibnu Umar.
"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Pada suatu hari tiga orang berjalan, lalu kehujanan. Mereka berteduh pada sebuah gua di kaki sebuah gunung. Ketika mereka ada di dalamnya, tiba-tiba sebuah batu besar runtuh dan menutupi pintu gua. Sebagian mereka berkata pada yang lain, 'Ingatlah amal terbaik yang pernah kamu lakukan'. Kemudian mereka memohon kepada Allah dan bertawassul melalui amal tersebut, dengan harapan agar Allah menghilangkan kesulitan tersebut. Salah satu diantara mereka berkata, "Ya Allah, sesungguhnya aku mempunyai kedua orang tua yang sudah lanjut usia sedangkan aku mempunyai istri dan anak-anak yang masih kecil. Aku mengembala kambing, ketika pulang ke rumah aku selalu memerah susu dan memberikan kepada kedua orang tuaku sebelum orang lain. Suatu hari aku harus berjalan jauh untuk mencari kayu bakar dan mencari nafkah sehingga pulang telah larut malam dan aku dapati kedua orang tuaku sudah tertidur, lalu aku tetap memerah susu sebagaimana sebelumnya. Susu tersebut tetap aku pegang lalu aku mendatangi keduanya namun keduanya masih tertidur pulas. Anak-anakku merengek-rengek menangis untuk meminta susu ini dan aku tidak memberikannya. Aku tidak akan memberikan kepada siapa pun sebelum susu yang aku perah ini kuberikan kepada kedua orang tuaku. Kemudian aku tunggu sampai keduanya bangun. Pagi hari ketika orang tuaku bangun, aku berikan susu ini kepada keduanya. Setelah keduanya minum lalu kuberikan kepada anak-anaku. Ya Allah, seandainya perbuatan ini adalah perbuatan yang baik karena Engkau ya Allah, bukakanlah. "Maka batu yang menutupi pintu gua itupun bergeser" [Hadits Riwayat Bukhari (Fathul Baari 4/449 No. 2272), Muslim (2473) (100) Bab Qishshah Ashabil Ghaar Ats Tsalatsah Wat-Tawasul bi Shalihil A'mal]
Ini menunjukkan bahwa perbuatan berbakti kepada kedua orang tua yang pernah kita lakukan, dapat digunakan untuk bertawassul kepada Allah ketika kita mengalami kesulitan, Insya Allah kesulitan tersebut akan hilang. Berbagai kesulitan yang dialami seseorang saat ini diantaranya karena perbuatan durhaka kepada kedua orang tuanya.
Kalau kita mengetahui, bagaimana beratnya orang tua kita telah bersusah payah untuk kita, maka perbuatan 'Si Anak' yang 'bergadang' untuk memerah susu tersebut belum sebanding dengan jasa orang tuanya ketika mengurusnya sewaktu kecil.
'Si Anak' melakukan pekerjaan tersebut tiap hari dengan tidak ada perasaan bosan dan lelah atau yang lainnya. Bahkan ketika kedua orang tuanya sudah tidur, dia rela menunggu keduanya bangun di pagi hari meskipun anaknya menangis. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan kedua orang tua harus didahulukan daripada kebutuhan anak kita sendiri dalam rangka berbakti kepada kedua orang tua. Bahkan dalam riwayat yang lain disebutkan berbakti kepada orang tua harus didahulukan dari pada berbuat baik kepada istri sebagaimana diriwayatkan oleh Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma ketika diperintahkan oleh bapaknya (Umar bin Khaththab) untuk menceraikan istrinya, ia bertanya kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menjawab, "Ceraikan istrimuu" [Hadits Riwayat Abu Dawud No. 5138, Tirimidzi No. 1189 beliau berkata, "Hadits Hasan Shahih"]
Dalam riwayat Abdullah bin Mas'ud yang disampaikan sebelumnya disebutkan bahwa berbakti kepada kedua orang tua harus didahulukan daripada jihad di jalan Allah Subhanahu wa Ta'ala.
Begitu besarnya jasa kedua orang tua kita, sehingga apapun yang kita lakukan untuk berbakti kepada kedua orang tua tidak akan dapat membalas jasa keduanya. Di dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari disebutkan bahwa ketika sahabat Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma melihat seorang menggendong ibunya untuk tawaf di Ka'bah dan ke mana saja 'Si Ibu' menginginkan, orang tersebut bertanya kepada, "Wahai Abdullah bin Umar, dengan perbuatanku ini apakah aku sudah membalas jasa ibuku.?" Jawab Abdullah bin Umar Radhiyallahu 'anhuma, "Belum, setetespun engkau belum dapat membalas kebaikan kedua orang tuamu" [Shahih Al Adabul Mufrad No.9]
Orang tua kita telah megurusi kita mulai dari kandungan dengan beban yang dirasakannya sangat berat dan susah payah. Demikian juga ketika melahirkan, ibu kita mempertaruhkan jiwanya antara hidup dan mati. Ketika kita lahir, ibu lah yang menyusui kita kemudian membersihkan kotoran kita. Semuanya dilakukan oleh ibu kita, bukan oleh orang lain. Ibu kita selalu menemani ketika kita terjaga dan menangis baik di pagi, siang atau malam hari. Apabila kita sakit tidak ada yang bisa menangis kecuali ibu kita. Sementara bapak kita juga berusaha agar kita segera sembuh dengan membawa ke dokter atau yang lain. Sehingga kalau ditawarkan antara hidup dan mati, ibu kita akan memilih mati agar kita tetap hidup. Itulah jasa seorang ibu terhadap anaknya.
Keempat.
Dengan berbakti kepada kedua orang tua akan diluaskan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dalam hadits yang disepakati oleh Bukhari dan Muslim, dari sahabat Anas Radhiyallahu 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa yang suka diluaskan rizkinya dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahmi" [Hadits Riwayat Bukhari 7/72, Muslim 2557, Abu Dawud 1693]
Dalam ayat-ayat Al-Qur'an atau hadits-hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dianjurkan untuk menyambung tali silaturahmi. Dalam silaturahmi, yang harus didahulukan silaturahmi kepada kedua orang tua sebelum kepada yang lain. Banyak diantara saudara-saudara kita yang sering ziarah kepada teman-temannya tetapi kepada orang tuanya sendiri jarang bahkan tidak pernah. Padahal ketika masih kecil dia selalu bersama ibu dan bapaknya. Tapi setelah dewasa, seakan-akan dia tidak pernah berkumpul bahkan tidak kenal dengan kedua orang tuanya. Sesulit apapun harus tetap diusahakan untuk bersilaturahmi kepada kedua orang tua. Karena dengan dekat kepada keduanya insya Allah akan dimudahkan rizki dan dipanjangkan umur. Sebagaimana dikatakan oleh Imam Nawawi bahwa dengan silaturahmi akan diakhirkannya ajal dan umur seseorang.[1] walaupun masih terdapat perbedaan dikalangan para ulama tentang masalah ini, namun pendapat yang lebih kuat berdasarkan nash dan zhahir hadits ini bahwa umurnya memang benar-benar akan dipanjangkan.
Kelima.
Manfaat dari berbakti kepada kedua orang tua yaitu akan dimasukkan ke jannah (surga) oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala. Di dalam hadits Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam disebutkan bahwa anak yang durhaka tidak akan masuk surga. Maka kebalikan dari hadits tersebut yaitu anak yang berbuat baik kepada kedua orang tua akan dimasukkan oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala ke jannah (surga).
Dosa-dosa yang Allah Subhanahu wa Ta'ala segerakan adzabnya di dunia diantaranya adalah berbuat zhalim dan durhaka kepada kedua orang tua. Dengan demikian jika seorang anak berbuat baik kepada kedua orang tuanya, Allah Subahanahu wa Ta'ala akan menghindarkannya dari berbagai malapetaka, dengan izin Allah.
[Disalin dari Kitab Birrul Walidain, edisi Indonesia Berbakti Kepada Kedua Orang Tua oleh Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, terbitan Darul Qolam - Jakarta.]
_________
Foote Note.
[1] Riyadlush Shalihin, hadits No. 319
Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/404/slash/0
SUNNAH-SUNNAH DALAM MEMAKAI SANDAL/SEPATU
Oleh
Syaikh Khalid al Husainan
Sabda Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
"Artinya : Apabila diantaramu memakai sandal/sepatu maka mulailah dengan yang kanan dan apabila melepas sandal/sepatu mulailah dengan yang kiri. Dan pakailah sandal/sepatu secara bersamaan (memakai kedua nya) atau melepaskannya secara bersamaan" [Hadits Riwatar Muslim no. 2097]
Sunnah-sunnah tersebut adalah kebiasaan seorang muslim yang terjadi berulang kali dalam sehari semalamnya yaitu ketika ia memakai sandal/sepatu untuk masuk dan keluar menuju masjid, masuk dan keluar kamar mandi, tempat kerja yang berada diluar rumah. Sehingga dapat dikatakan bahwa memakai sandal/sepatu adalah kejadian lumrah yang terjadi berulang kali dalam keseharian seorang muslim.
Menerapkan sunnah tatkala setiap memakai atau melepaskan sandal/sepatu dengan menghadirkan niat (yang sungguh-sungguh untuk mengikuti sunnah) maka baginya akan mendapatkan kebaikan yang sangat besar. Kemudian seluruh gerak-gerik, diamnya (secara otomatis) akan senantiasa berdasarkan sunnah.
[Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]
SUNNAH-SUNNAH YANG BERKAITAN DENGAN KELUAR MASUK KAMAR MANDI
Oleh
Syaikh Khalid al Husainan
Sunnah-Sunnahnya Adalah:
[a]. Masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki kanan
[b]. Doa ketika masuk kamar mandi
"Artinya : Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada Mu dari godaan syaitan laki-laki dan perempuan [Hadits Riwayat Bukhari no. 142; 6322 dan Muslim no. 375]
[c]. Doa ketika keluar kamar mandi
"Artinya : Aku minta ampun kepada-Mu [Hadits Riwayat Seluruh penyusun sunan kecuali An Nasaa’i] [1]
Rutinitas manusia masuk kamar mandi dalam sehari semalam merupakan kebiasaan yang terjadi berulang kali dan setiap kali keluar masuk dari kamar mandi dengan menerapkan sunnah-sunnah tersebut maka ia telah melaksanakan dua sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallm ketika masuk (mendahulukan kaki kiri dan berdoa ketika masuk) dan dua sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam ketika keluar (mendahulukan kaki kanan dan berdoa ketika keluar).
Makna dari 'al-khubusyu wal khabai'syi'" adalah syaitan dari jenis laki-laki dan perempuan. Berlindunglah kepada Allah dari kejahatan mereka karena sesungguhnya kamar mandi adalah tempat tinggal mereka
[Disalin dari kitab Aktsaru Min Alfi Sunnatin Fil Yaum Wal Lailah, edisi Indonesia Lebih Dari 1000 Amalan Sunnah Dalam Sehari Semalam, Penulis Khalid Al-Husainan, Penerjemah Zaki Rachmawan]
_________
Foote Note.
[1] Hadits Riwayat Abu Dawud no. 39, Ibnu Majah no. 300 dan At-Tirmidzi no. 7. Dan dishahihkan oleh Al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil no. 52
Sumber : http://www.almanhaj.or.id/content/946/slash/0
Kamis, 14 Agustus 2008
--Just For Share-- Liang Kubur, Awal Perjalanan kita di Akhirat
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله وكفى والصلاة والسلام على نبيه المصطفى، أما بعد
Khalifah kaum muslimin yang keempat Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu jika melihat perkuburan beliau menangis mengucurkan air mata hingga membasahi jenggotnya.
Suatu hari ada seorang yang bertanya:
تذكر الجنة والنار ولا تبكي وتبكي من هذا؟
“Tatkala mengingat surga dan neraka engkau tidak menangis, mengapa engkau menangis ketika melihat perkuburan?” Utsman pun menjawab, “Sesungguhnya aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إن القبر أول منازل الآخرة فإن نجا منه فما بعده أيسر منه وإن لم ينج منه فما بعده أشد منه
“Sesungguhnya liang kubur adalah awal perjalanan akhirat. Jika seseorang selamat dari (siksaan)nya maka perjalanan selanjutnya akan lebih mudah. Namun jika ia tidak selamat dari (siksaan)nya maka (siksaan) selanjutnya akan lebih kejam.” (HR. Tirmidzi, beliau berkata, “hasan gharib”. Syaikh al-Albani menghasankannya dalam Misykah al-Mashabih)
Bagaimanakah perjalanan seseorang jika ia telah masuk di alam kubur? Hadits panjang al-Bara’ bin ‘Azib yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan dishahihkan oleh Imam al-Hakim dan Syaikh al-Albani menceritakan perjalanan para manusia di alam kuburnya:
Suatu hari kami mengantarkan jenazah salah seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari golongan Anshar. Sesampainya di perkuburan, liang lahad masih digali. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun duduk (menanti) dan kami juga duduk terdiam di sekitarnya seakan-akan di atas kepala kami ada burung gagak yang hinggap. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memainkan sepotong dahan di tangannya ke tanah, lalu beliau mengangkat kepalanya seraya bersabda, “Mohonlah perlindungan kepada Allah dari adzab kubur!” Beliau ulangi perintah ini dua atau tiga kali.
Kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya seorang yang beriman sudah tidak lagi menginginkan dunia dan telah mengharapkan akhirat (sakaratul maut), turunlah dari langit para malaikat yang bermuka cerah secerah sinar matahari. Mereka membawa kain kafan dan wewangian dari surga lalu duduk di sekeliling mukmin tersebut sejauh mata memandang. Setelah itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan mengambil posisi di arah kepala mukmin tersebut. Malaikat pencabut nyawa itu berkata, ‘Wahai nyawa yang mulia keluarlah engkau untuk menjemput ampunan Allah dan keridhaan-Nya’. Maka nyawa itu (dengan mudahnya) keluar dari tubuh mukmin tersebut seperti lancarnya air yang mengalir dari mulut sebuah kendil. Lalu nyawa tersebut diambil oleh malaikat pencabut nyawa dan dalam sekejap mata diserahkan kepada para malaikat yang berwajah cerah tadi lalu dibungkus dengan kafan surga dan diberi wewangian darinya pula. Hingga terciumlah bau harum seharum wewangian yang paling harum di muka bumi.
Kemudian nyawa yang telah dikafani itu diangkat ke langit. Setiap melewati sekelompok malaikat di langit mereka bertanya, ‘Nyawa siapakah yang amat mulia itu?’ ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’, jawab para malaikat yang mengawalnya dengan menyebutkan namanya yang terbaik ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia mereka meminta izin untuk memasukinya, lalu diizinkan. Maka seluruh malaikat yang ada di langit itu ikut mengantarkannya menuju langit berikutnya. Hingga mereka sampai di langit ketujuh. Di sanalah Allah berfirman, ‘Tulislah nama hambaku ini di dalam kitab ‘Iliyyin. Lalu kembalikanlah ia ke (jasadnya di) bumi, karena darinyalah Aku ciptakan mereka (para manusia), dan kepadanyalah Aku akan kembalikan, serta darinyalah mereka akan Ku bangkitkan.’
Lalu nyawa tersebut dikembalikan ke jasadnya di dunia. Lantas datanglah dua orang malaikat yang memerintahkannya untuk duduk. Mereka berdua bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Rabbku adalah Allah’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’, ‘Agamaku Islam’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Beliau adalah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam” jawabnya. ‘Dari mana engkau tahu?’ tanya mereka berdua. ‘Aku membaca Al-Qur’an lalu aku mengimaninya dan mempercayainya’. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit yang menyeru, ‘(Jawaban) hamba-Ku benar! Maka hamparkanlah surga baginya, berilah dia pakaian darinya lalu bukakanlah pintu ke arahnya’. Maka menghembuslah angin segar dan harumnya surga (memasuki kuburannya) lalu kuburannya diluaskan sepanjang mata memandang.
Saat itu datanglah seorang (pemuda asing) yang amat tampan memakai pakaian yang sangat indah dan berbau harum sekali, seraya berkata, ‘Bergembiralah, inilah hari yang telah dijanjikan dulu bagimu’. Mukmin tadi bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kebaikan’. ‘Aku adalah amal salehmu’ jawabnya. Si mukmin tadi pun berkata, ‘Wahai Rabbku (segerakanlah datangnya) hari kiamat, karena aku ingin bertemu dengan keluarga dan hartaku.
Adapun orang kafir, di saat dia dalam keadaan tidak mengharapkan akhirat dan masih menginginkan (keindahan) duniawi, turunlah dari langit malaikat yang bermuka hitam sambil membawa kain mori kasar. Lalu mereka duduk di sekelilingnya. Saat itu turunlah malaikat pencabut nyawa dan duduk di arah kepalanya seraya berkata, ‘Wahai nyawa yang hina keluarlah dan jemputlah kemurkaan dan kemarahan Allah!’. Maka nyawa orang kafir tadi ‘berlarian’ di sekujur tubuhnya. Maka malaikat pencabut nyawa tadi mencabut nyawa tersebut (dengan paksa), sebagaimana seseorang yang menarik besi beruji yang menempel di kapas basah. Begitu nyawa tersebut sudah berada di tangan malaikat pencabut nyawa, sekejap mata diambil oleh para malaikat bermuka hitam yang ada di sekelilingnya, lalu nyawa tadi segera dibungkus dengan kain mori kasar. Tiba-tiba terciumlah bau busuk sebusuk bangkai yang paling busuk di muka bumi.
Lalu nyawa tadi dibawa ke langit. Setiap mereka melewati segerombolan malaikat mereka selalu ditanya, ‘Nyawa siapakah yang amat hina ini?’, ‘Ini adalah nyawa fulan bin fulan’ jawab mereka dengan namanya yang terburuk ketika di dunia. Sesampainya di langit dunia, mereka minta izin untuk memasukinya, namun tidak diizinkan. Rasulullah membaca firman Allah:
لا تفتح لهم أبواب السماء ولا يدخلون الجنة حتى يلج الجمل في سم الخياط
“Tidak akan dibukakan bagi mereka (orang-orang kafir) pintu-pintu langit dan mereka tidak akan masuk surga, sampai seandainya unta bisa memasuki lobang jarum sekalipun.” (QS. Al-A’raf: 40)
Saat itu Allah berfirman, ‘Tulislah namanya di dalam Sijjin di bawah bumi’, Kemudian nyawa itu dicampakkan (dengan hina dina). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allah ta’ala:
وَمَن يُشْرِكْ بِاللهِ فَكَأنَّمَا خَرَّ مِنَ السَّمَاءِ فَتَخْطَفُهُ الطَّيْرُ أَوْ تَهْوِي بِهِ الرِّيْحُ فِي مَكَانٍ سَحِيْقٍ
“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka adalah ia seolah-olah jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat yang jauh.” (QS. Al-Hajj: 31)
Kemudian nyawa tadi dikembalikan ke jasadnya, hingga datanglah dua orang malaikat yang mendudukannya seraya bertanya, ‘Siapakah rabbmu?’, ‘Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Mereka berdua kembali bertanya, ‘Apakah agamamu?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ sahutnya. Mereka berdua bertanya lagi, ‘Siapakah orang yang telah diutus untuk kalian?’ “Hah hah… aku tidak tahu’ jawabnya. Saat itu terdengar seruan dari langit, ‘Hamba-Ku telah berdusta! Hamparkan neraka baginya dan bukakan pintu ke arahnya’. Maka hawa panas dan bau busuk neraka pun bertiup ke dalam kuburannya. Lalu kuburannya di ‘press’ (oleh Allah) hingga tulang belulangnya (pecah dan) menancap satu sama lainnya.
Tiba-tiba datanglah seorang yang bermuka amat buruk memakai pakaian kotor dan berbau sangat busuk, seraya berkata, ‘Aku datang membawa kabar buruk untukmu, hari ini adalah hari yang telah dijanjikan bagimu’. Orang kafir itu seraya bertanya, ‘Siapakah engkau? Wajahmu menandakan kesialan!’, ‘Aku adalah dosa-dosamu’ jawabnya. ‘Wahai Rabbku, janganlah engkau datangkan hari kiamat’ seru orang kafir tadi. (HR. Ahmad dalam Al-Musnad (XXX/499-503) dan dishahihkan oleh al-Hakim dalam Al-Mustadrak (I/39) dan al-Albani dalam Ahkamul Janaiz hal. 156)
Itulah dua model kehidupan orang yang telah masuk liang kubur. Jika kita menginginkan untuk menjadi orang yang dibukakan baginya pintu ke surga dan diluaskan liang kuburnya seluas mata memandang maka mari kita berusaha untuk memperbanyak untuk beramal saleh di dunia ini.
Suatu amalan tidak akan dianggap saleh hingga memenuhi dua syarat:
- Ikhlas
- Sesuai dengan tuntunan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
Banyak sekali dalil-dalil dari Al-Qur’an maupun hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang merupakan landasan dua syarat di atas.
Di antara dalil syarat pertama adalah firman Allah ta’ala:
وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat, dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al-Bayyinah: 5)
Di antara dalil syarat kedua adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
من عمل عملاً ليس عليه أمرنا فهو رد
“Barang siapa yang melakukan suatu amalan yang tidak sesuai dengan petunjukku, maka amalan itu akan ditolak.” (HR. Muslim dalam Shahih-nya (III/1344 no 1718))
Allah menghimpun dua syarat ini dalam firman-Nya di akhir surat Al-Kahfi:
قُلْ إِنَّمَا أَنَا بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوحَى إِلَيَّ أَنَّمَا إِلَهُكُمْ إِلَهٌ وَاحِدٌ فَمَنْ كَانَ يَرْجُو لِقَاءَ رَبِّهِ فَلْيَعْمَلْ عَمَلا صَالِحًا وَلا يُشْرِكْ بِعِبَادَةِ رَبِّهِ أَحَدًا
“Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya.” (QS. Al-Kahfi: 110)
Maka mari kita manfaatkan kehidupan dunia yang hanya sementara ini untuk benar-benar beramal saleh. Semoga kelak kita mendapatkan kenikmatan di alam kubur serta dihindarkan dari siksaan di dalamnya, amin.
Wallahu ta’ala a’lam, wa shallallahu ‘ala nabiyyyina muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Tulisan ini terinspirasi dari kitab Majalis Al-Mu’minin Fi Mashalih Ad-Dun-Ya Wa Ad-Din Bi Ightinam Mawasim Rabb Al-’Alamin, karya Fu’ad bin Abdul Aziz asy-Syahlub (II/83-86)
***
Penulis: Ustadz Abu Abdirrahman Abdullah Zaen, Lc.
Artikel www.muslim.or.id
Rabu, 13 Agustus 2008
Renungan sesaat --Kisah Pohon Apel--
Masa berlalu... anak lelaki itu sudah besar dan menjadi seorang remaja. Dia tidak lagi menghabiskan masanya setiap hari bermain di sekitar pohon apel tersebut. Namun begitu, suatu hari dia datang kepada pohon apel tersebut dengan wajah yang sedih. "Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu." Aku bukan lagi kanak-kanak, aku tidak lagi gemar bermain dengan engkau," jawab remaja itu." Aku ingin mainan. Aku perlukan uang untuk membelinya," tambah remaja itu dengan nada yang sedih. Lalu pohon apel itu berkata, "
Kalau begitu, petiklah apel-apel yang ada padaku. Jual untuk mendapatkan uang. Dengan itu, kau dapat membeli permainan yang kauinginkan."
Remaja itu dengan gembiranya memetik semua apel dipohon itu dan pergi dari situ. Dia tidak kembali lagi selepas itu. Pohon apel itu merasa sedih. Masa berlalu...Suatu hari, remaja itu kembali. Dia semakin dewasa.
Pohon apel itu merasa gembira."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu."Aku tiada waktu untuk bermain. Aku terpaksa bekerja untuk mendapatkan uang. Aku ingin membina rumah sebagai tempat perlindungan untuk keluargaku. Maukah kau menolongku?" Tanya anak itu."
Maafkan aku. Aku tidak mempunyai rumah. Tetapi kauboleh memotong dahan-dahanku yang besar ini dan kaubuatlah rumah daripadanya." Pohon apel itu memberikan cadangan.Lalu, remaja yang semakin dewasa itu memotong kesemua dahan pohon apel itu dan pergi dengan gembiranya. Pohon apel itu pun turut gembira tetapi kemudian merasa sedih karena remaja itu tidak kembali lagi selepas itu.
Suatu hari yang panas, seorang lelaki datang menemui pohon apel itu. Dia sebenarnya adalah anak lelaki yang pernah bermain-main dengan pohon apel itu. Dia telah matang dan dewasa."Marilah bermain-mainlah di sekitarku," ajak pohon apel itu." Maafkan aku, tetapi aku bukan lagi anak lelaki yang suka bermain-main di sekitarmu. Aku sudah dewasa. Aku mempunyai cita-cita untuk belayar. Malangnya, aku tidak mempunyai perahu. Bolehkah kau menolongku?" tanya lelaki itu."
Aku tidak mempunyai perahu untuk diberikan kepada kau. Tetapi kau boleh memotong batang pohon ini untuk dijadikan perahu. Kau akan dapat belayar dengan gembira," kata pohon apel itu. Lelaki itu merasa amat gembira dan menebang batang pohon apel itu. Dia kemudian pergi dari situ dengan gembiranya dan tidak kembali lagi selepas itu. Namun begitu, pada suatu hari, seorang lelaki yang semakin dimakan usia, datang menuju pohon apel itu. Dia adalah anak lelaki yang pernah bermain di sekitar pohon apel itu."
Maafkan aku. Aku tidak ada apa-apa lagi untuk diberikan kepada kau. Aku sudah memberikan buahku untuk kau jual, dahanku untuk kau buat rumah, batangku untuk kau buat perahu. Aku hanya ada tunggul dengan akar yang hampir mati..." kata pohon apel itu dengan nada pilu."
Aku tidak mau apelmu karena aku sudah tiada bergigi untuk memakannya, aku tidak mau dahanmu karena aku sudah tua untuk memotongnya, aku tidak mau batang pohonmu karena aku tidak mau untuk belayar lagi, aku merasa lelah dan ingin istirahat," jawab lelaki tua itu."
Jika begitu, istirahatlah di perduku," kata pohonapel itu. Lalu lelaki tua itu duduk beristirahat di perdu pohon apel itu dan beristirahat. Mereka berdua menangis gembira.
Sebenarnya, pohon apel yang dimaksudkan didalam cerita itu adalah kedua ibu bapa kita.
Bila kita masih muda, kita suka bermain dengan mereka.
Ketika kita meningkat remaja, kita perlukan bantuan mereka untuk meneruskan hidup. Kita tinggalkan mereka,dan hanya kembali meminta pertolongan apabila kita didalam kesusahan.
Namun begitu, mereka tetap menolong kita dan melakukan apa saja asalkan kita bahagia dan gembira dalam hidup.
Anda mungkin terfikir bahwa anak lelaki itu bersikap kejam terhadap pohon apel itu, tetapi fikirkanlah, itu hakikatnya bagaimana kebanyakan anak-anak masa kini melayani ibu bapa mereka.
Hargailah jasa ibu bapa kepada kita. Jangan hanya kita menghargai mereka semasa menyambut hari ibu dan hari bapa setiap tahun.